PENDAHULUAN
Tuntutan pelaksanaan
pengelolaan keuangan negara agar dijalankan dengan transparan dan akuntabel
menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci
penting dalam pengelolaan keuangan negara tersebut adalah terkait dengan sistem
akuntansi pemerintahan Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menjadi awal mula pelaksanaan pengelolaan keuangan negara
yang transparan dan akuntabel. Dalam undang-undang tersebut mengamanatkan
kepada pemerintah Indonesia untuk menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual
selambat-lambatnya tahun 2008.
Penggunaan basis
akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern (sektor
publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih transparan
mengenai biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang
diperluas, tidak sekedar basis kas. Secara umum, basis akrual telah diterapkan
di negara-negara yang lebih dahulu melakukan reformasi manajemen publik. Tujuan
kuncinya adalah untuk meminta pertanggungjawaban para manajer dari sisi
keluaran (output) dan/atau hasil (outcome) dan
pada saat yang sama melonggarkan kontrol atas masukan (input). Dalam
konteks ini, para manajer diminta agar bertanggung jawab untuk seluruh biaya
yang berhubungan dengan output/outcome yang dihasilkannya, tidak sekedar dari
sisi pengeluaran kas (Mulyana,-).
Namun kenyataannya
penerapan sistem akuntansi berbasis akrual tersebut menjadi kendala bagi
pemerintah Indonesia. Sehingga sampai saat ini belum bisa diterapkan secara
penuh dan masih menggunakan sistem akuntansi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 yaitu basis kas menuju akrual (cash toward
accrual).
Tuntutan-tuntutan
masyarakat yang semakin kuat dan adanya dorongan dari lembaga-lembaga
internasional, seperti Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD), the International Monetary Fund (IMF), dan World
Bank, untuk menerapkan basis akrual kepada negara-negara di dunia
menyebabkan pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memperbaiki sistem
akuntansinya (Halim, 2012). Hal tersebut mendorong pemerintah pada tahun 2010,
melalui Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menerbitkan standar
akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang ditetapkan melalui PP nomor 71
tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan menggantikan PP nomor 24
tahun 2005.
Sejak diterbitkannya
standar akuntansi berbasis akrual tersebut, pengelolaan keuangan negara yang
transparan dan akuntabel mulai semakin membaik. Hal tersebut tercermin dari
laporan keuangan yang disajikan pemerintah. Namun ternyata pelaksanaan sistem
akuntansi berbasis akrual berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut juga
belum diterapkan secara penuh oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut bisa
dilihat dari laporan anggaran pemerintah yang masih menggunakan akuntansi
anggaran berbasis kas. Menurut Halim (2012) apabila pemerintah menerapkan
sistem akuntansi berbasis akrual, maka seharusnya akuntansi anggarannya juga
berbasis akrual. Hal inilah yang menjadi tanda tanya bagi masyarakat
tentang sistem akuntansi berbasis akrual yang dijalankan pemerintah saat ini.
Kenapa pemerintah belum secara penuh menerapkan sistem akuntansi berbasis
akrual sesuai amanat PP Nomor 71 Tahun 2010? Apa sebenarnya yang menjadi
tantangan bagi pemerintah Indonesia? Hal inilah yang menjadi pertanyaan bagi
penulis dan berusaha menjelaskannya dalam paper ini.
Pada bagian
selanjutnya dalam paper ini, penulis mencoba memaparkan teori tentang sistem
akuntansi berbasis akrual, permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah Indonesia dalam penerapan sistem akuntansi berbasis akrual, serta
dibagian akhir menjelaskan kesimpulan tentang tantangan penerapan sistem
akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia.
A. BASIS AKUNTANSI
Pada dasarnya, hanya
terdapat dua basis akuntansi atau dasar akuntansi yang dikenal dalam akuntansi,
yaitu akuntansi berbasis kas (cash basis) dan akuntansi
berbasis akrual(accrual basis). Sedangkan, jika ada basis akuntansi
yang lain seperti basis kas modifikasian, atau akrual modifikasian, atau kas
menuju akrual, merupakan modifikasi diantara basis kas dan basis akrual untuk
masa transisi (Halim, 2012). Basis atau dasar akuntansi adalah terkait dengan
metode pencatatan akuntansi dalam menentukan kapan dan bagaimana suatu
transaksi ekonomi atau kejadian-kejadian diakui/dicatat.
Dalam akuntansi
berbasis kas, suatu transaksi atau kejadian diakui/dicatat ketika uang atas
transaksi tersebut diterima atau dikeluarkan. Dengan kata lain, akuntansi
berbasis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaki dan
kejadian lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan
pembiayaan (Ritonga,-). Sementara akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis
akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan
disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan (KSAP, 2006).
Selanjutnya, KSAP juga mengatakan dalam akuntansi berbasis akrual, waktu
pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus
sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif
karena seluruh arus sumber daya dicatat. Ketika akrual hendak dilakukan
sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian,
maka nilai lebih yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarnya
informasi operasi atau kejadian. Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan
operasi atau kejadian tersebut dituangkan dalam laporan laba rugi. Sedangkan
dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk laporan
operasional atau laporan surplus/defisit (Simanjuntak, 2010).
Sementara itu, The
International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) dalam
Van Der Hoek (2005) melihat bahwa terdapat empat sistem pelaporan keuangan,
yaitu:
1. Full Cash
Accounting. Sistem ini mencatat suatu transaksi
ketika dana dibayar atau diterima dari suatu otoritas apropriasi (appropriation
authority).
2. Modified Cash
Accounting. Sistem ini mengakui suatu transaksi secara tunai selama tahun tersebut
dan setup akun dan/atau piutang yang belum dibayar pada akhir tahun.
3. Modified Accrual
Accounting. Sistem ini mencatat pengeluaran pada
saat sumber daya diterima dan pendapatan pada saat terukur dan tersedia dalam
poeriode akuntansi atau segera sesudahnya.
4. Full Accrual
Accounting. Sistem ini mengakui beban pada saat
terjadinya(incurred), mencatat pendapatan pada saat diperoleh (earned), dan mengkapitalisasi aset tetap.
Masing-masing basis
akuntansi tersebut sebenarnya memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.
Keunggulan akuntansi berbasis kas menurut Ritonga adalah bahwa laporan keuangan
berbasis kas memperlihatkan sumber dana, alokasi dan penggunaan sumber-sumber kas,
mudah untuk dimengerti dan dijelaskan, pembuat laporan keuangan tidak
membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang akuntansi, dan tidak memerlukan
pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas dalam suatu periode. Sementara
itu kelemahan akuntansi berbasis kas menurut Hoesada (2010) adalah:
·
Tidak mampu menyajikan jumlah sumberdaya yang digunakan
·
Tidak marnpu memperhitungkan atau mempertimbangkan kewajiban keuangan,
hutang, komitmen masa depan, penjaminan oleh pemerintah, atau kewajiban
kontinjen
·
Terfokus secara sempit pada pembayaran kas, tidak peduli akan kondisi dan
daya layan aset tetap
·
Terfokus pada pengendalian input, pembelian, perolehan, dan mengabaikan produksi sendiri
·
Mendorong distorsi, mendorong para manajer untuk menilai terlampau rendah biaya
program, proyek, kegiatan, mendorong penggunaan sampai habis apropriasi/jatah
anggaran
·
Tak ada kewajiban matching pendapatan vs beban
·
Terbatasnya informasi aset dan kewajiban dalam neraca
·
Akuntansi berbasis kas merupakan landasan berpijak yang buruk untuk
membangun kebijakan fiskal yang solid.
Oleh sebab itu, dengan
berbagai kelemahan yang ada pada basis kas, perubahan menuju akuntansi berbasis
akrual diharapkan dapat mengatasi bebagai kelemahan tersebut. Dalam Study
No. 14 yang diterbitkan oleh International Public Sector
Accounting Standards Board (2011), mengatakan bahwa informasi yang
disajikan pada akuntansi berbasis akrual dalam pelaporan keuangan memungkinkan
pengguna untuk:
·
Menilai akuntabilitas untuk pengelolaan seluruh sumber daya entitas serta
penyebaran sumber daya tersebut.
·
Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas.
·
Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya, atau melakukan
bisnis dengan suatu entitas.
Selanjutnya, pada
level yang lebih detil dalam Study No. 4 tersebut mengatakan
bahwa pelaporan dengan basis akrual akan dapat:
·
Menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan dananya.
·
Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini
untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban-kewajian
dan komitmen-komitmennya.
·
Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya.
·
Memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan
pengelolaan sumber daya yang dikelolanya.
·
Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan
efektifivitas penggunaan sumber daya.
B. TANTANGAN PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL DI PEMERINTAHAN INDONESIA
Penerapan akuntansi
berbasis akrual di pemerintahan Indonesia sejatinya sudah harus dilaksanakan
sejak tahun 2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 pasal 36 ayat 1
menyatakan:
“Ketentuan mengenai pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.”
Begitu juga dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 70
ayat 2 dinyatakan:
“Ketentuan mengenai pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008.”
Namun, pada
kenyataannya sampai sekarang penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut belum
terealisasi dengan maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi akrual
telah diterbitkan. Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan
harus dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur.
Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju basis akrual agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih
transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai
pihak. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, apalagi lagi jika pemerintah akan
menerapkan akuntansi berbasis akrual (Simanjuntak, 2010).
Menurut Simanjuntak
(2010) dan Bastian (2006) beberapa
tantangan penerapanakuntansi berbasis akrual di pemerintahan
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem Akuntansi
dan Information Technology (IT) Based System
Adanya kompleksitas
implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa penerapan
akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem
akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu
perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Hal tersebut telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 1
tahun 2004 pasal 58 ayat 1yang menyatakan:
“Dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.”
2. Komitmen dari
Pimpinan
Dukungan yang
kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah
satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa
Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Diundangkannya tiga
paket keuangan negara serta undang-undang pemerintahan daerah menunjukkan
keinginan yang kuat dari pihak eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki
sistem keuangan negara, termasuk perbaikan atas akuntansi pemerintahan. Yang
menjadi ujian sekarang adalah peningkatan kualitas produk akuntansi
pemerintahan dalam pencatatan dan pelaporan oleh
kementerian/lembaga di pemerintah pusat dan dinas/unit untuk pemerintah daerah.
Sistem akuntansi pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun oleh
menteri keuangan. Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota
dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi pemerintah daerah
disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kejelasan
perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan
dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan
Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
3. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten
Laporan keuangan
diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh
pemerintah pusat dan daerah kepada Badan PemeriksaKeuangan (BPK) selambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Selanjutnya, selambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir, laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi diserahkan oleh Pemerintah
Pusat kepada DPR dan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan
penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan.
Pada saat ini, kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya upaya untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu,
pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di
bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif
dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang
terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan
tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan
akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.
4. Resistensi
Terhadap Perubahan
Sebagai layaknya
untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan
sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun
berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis
akrual dapat berjalan dengan baik tanpa ada resistensi.
5. Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dari masyarakat sangat
diperlukan untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi pemerintahan.
Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan keuangan pemerintah,
sehingga dapat mengetahui dan memahami penggunaan atas peneriamaan pajak yang
diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan
dukungan yang positif, masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih transparan
dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
Sementara itu, Ritonga
(2010) dalam Halim (2012) mengatakan bahwa untuk mendukung penerapan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual diperlukan kondisi-kondisi yang mendukung,
sekaligus menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam
pengelolaan keuangan.
2.
Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan, karena perubahan basis akuntansi
akan mengubah cara pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa.
Perubahan-perubahan yang terjadi harus melalui pertimbangan dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
3.
Tersedianya sistem teknologi informasi yang mampu
mengakomodasi persyaratan-persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis
akrual.
4.
Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaannya masih berbasi kas sedangkan realisasinya berbasis
akrual, maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat diperbandingkan.
5.
Harus ada komitmen dan dukungan politik dari para pengambil keputusan dalam
pemerintahan, karena upaya penerapan akuntansi berbasis akrual memerlukan dana
yang besar dan waktu yang lama, bahkan lebih lama dari masa periode jabatan
presiden, gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPR/DPRD.
Dari beberapa
permasalahan tersebut, salah satu poin penting dalam penerapan akuntansi
berbasis akrual adalah juga harus diterapkan anggaran berbasis akrual.
Anggaran berbasis akrual ini sulit diterapkan di organisasi pemerintahan
karena sangat kompleks. Dalam akuntansi anggaran mensyaratkan adanya pencatatan
dan penyajian akun operasi sejajar dengan anggarannya. Anggaran berbasis akrual
berarti mengakui dan mencatat anggaran dan realisasi pendapatan, belanja, dan
pembiayaan pada saat kejadian, atau kondisi lingkungan berpengaruh
pada keuangan pemerintah daerah, tanpa memperhatikan pada saat kas atau setara
kas diterima atau dibayar (Ritonga, 2010 dalam Halim, 2012). Hal inilah yang
menjadi persyaratan berat pemerintah dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual
dalam organisasi pemerintahan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
juga belum diatur tentang anggaran berbasis akrual, sehingga dapat dikatakan
bahwa SAP tersebut bukan merupakan SAP Akrual penuh melainkan SAP berbasis
akrual modifikasian (accrual modified) (Halim, 2012).
Blondal (2003)
sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007) dalam Halim (2012), mengatakan bahwa
kesulitan penerapan anggaran berbasis akrual dipemerintahan adalah terkait
dengan dua alasan berikut:
1. Anggaran akrual diyakini beresiko dalam disiplin anggaran. Keputusan
politis untuk membelanjakan uang sebaiknya ditandingkan dengan ketika belanja
tersebut dilaporkan dalam anggaran. Hanya saja, basis kas yang dapat
menyediakannya. Jika sebagian besar proyek belanja modal, misalnya, dicatat dan
dilaporkan pada beban penyusutan, akan berakibat meningkatkan pengeluaran untuk
proyek tersebut.
2. Adanya resistensi dari lembaga legislatif untuk mengadopsi penganggaran
akrual. resistensi ini seringkali akibat dari terlalu kompleknya penganggaran
akrual. dalam konteks ini, lembaga legislatif negara yang menerapkan
penganggaran akrual pada umumnya akan memiliki peran yang lemah dalam proses
penganggaran.
Dengan berbagai
permasalahan dan tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual dalam
pemerintahan indonesia seperti yang telah disebutkan diatas, maka pemerintah
harus berupaya semaksimal mungkin agar penerapannya dapat berjalan dengan baik
dan optimal demi terciptanya tata kelola pemerintahan (good governance) yang
lebih transparan dan akuntabel. Karena seperti yang telah disebutkan diatas
bahwa manfaat akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan gambaran operasional
pemerintah yang lebih transparan serta pendapatan dan belanja pemerintah dapat
dialokasikan secara tepat setiap saat. Sehingga dalam hal ini diperlukan
strategi pemerintah untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi berbasis
akrual. Menurut Indra Bastian dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik (2006),
mengatakan beberapa strategi yang bisa dilakukan pemerintah, yaitu:
1. Mempertahankan momentum perubahan
2. Melakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan pemakai
3. Mempermudah penerapan akuntansi pemerintahan
4. Mendorong keterlibatan perguruan tinggi dan lembaga diklat
5. Meningkatkan keterlibatan profesi akuntansi
Sementara itu, dalam salah
satu situs referensi menejemen keuangan sektor publik yang diakses melalui www.medina.co.id, mengatakan ada beberapa langkah yang
bisa dilaksanakan pemerintah untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual, yaitu:
1. Menyiapkan pedoman umum pada tingkat nasional tentang akuntansi akrual. Pedoman ini digunakan
untuk menyamakan persepsi di semua daerah sekaligus sebagai jembatan teknis
atas standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang akan diterapkan.
2. Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang dapat digunakan oleh berbagai
pihak dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
3. Menentukan daerah percontohan di setiap regional sebagai upaya
menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah dapat
memfokuskan pada beberapa daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat digunakan
oleh seluruh daerah.
4. Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Hal tersebut dapat digunakan untuk
menyerap input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait penerapan
akuntansi basis akrual.
Sedangkan pada tingkat
daerah, strategi penerapan basis akrual dapat dilakukan dengan langkah-langkah
berikut ini:
1.
Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud
meliputi pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan
sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan skill pelaksana, membangun
awareness, dan mengajak keterlibatan semua pihak.
2.
Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti peraturan kepala
daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem prosedur.
3.
Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis
akrual secara penuh.
KESIMPULAN
Semakin menigkatnya tuntutan
pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel mendorong
pemerintah untuk terus berupaya memperbaiki sistem akuntansi yang digunakan.
Sistem akuntansi berbasis akrual menjadi isu yang sangat penting di era
reformasi untuk menciptakan good government governance.
Sistem akuntansi
berbasis kas yang telah dijalankan sebelumnya telah terbukti memiliki
kelemahan. Kelemahan yang mendasar dari sistem akuntansi berbasis kas adalah
laporan keuangan yang dihasilkan tidak informatif, Tidak mampu menyajikan
jumlah sumberdaya yang digunakan, serta tidak mampu memperhitungkan atau
mempertimbangkan kewajiban keuangan, hutang, komitmen masa depan, penjaminan
oleh pemerintah, atau kewajiban kontinjen, dan lainnya yang pada akhirnya dapat
mengganggu terwujudnya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Sehingga
dengan adanya berbagai kelemahan tersebut, menghendaki pemerintah untuk berubah
ke sistem akuntansi berbasis akrual yang dinilai dapat memberikan manfaat yang
lebih dalam meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah dalam
rangka akuntabilitas publik.
selamat pagi, mohon maaf, artikel yang anda posting di atas sama persis dengan artikel yang saya tulis di blog saya:
BalasHapushttp://kaseiur.blogspot.co.id/2013/06/tantangan-penerapan-akuntansi-berbasis.html
http://akhyaruddinmsc.blogspot.co.id/2013/12/tantangan-penerapan-akuntansi-berbasis.html
bisa tolong anda jelaskan kenapa ini bisa terjadi? kalau anda memang mengambil dari blog tsb, kenapa anda tidak menyebutkan sumbernya?