Kamis, 25 Desember 2014

AUDIT AKUTANSI FORENSIK ITU MAHLUK APA ?


apa itu akuntansi forensik ? 

Akuntansi forensik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kegiatan yang dilakukan yang berkaitan dengan pencegahan dan pendeteksian penipuan dan kejahatan kerah putih.
Bolgna dan Lindquist (2006) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi dari keterampilan finansial dan investigatif mentalitas untuk memecahkan permasalahan dari isu-isu, sesuai dengan konteks aturan dalam suatu upaya pembuktian. Menurut Grippo dan Ibex (2003 dalam Singleton, 2006) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai ilmu pengetahuan yang berbeda dari audit tradisional tetapi bergabung dengan metode audit dan prosedurnya untuk mengatasi permasalahan hukum. Sedangkan, menurut Kumalahadi dari Ikatan Akuntan Indonesia (2009) akuntansi forensik merupakan perpaduan antara accounting, auditing, dan kemampuan investigasi yang menghasilkan kekhususan yang disebut forensic accounting. Keunikan dari akuntansi forensik ini sendiri adalah metode ini memiliki kerangka berpikir yang berbeda dari audit laporan keuangan. Audit laporan keuangan lebih berprosedur dan kurang efektif dalam mendeteksi kecurangan sedangkan akuntansi forensik lebih efektif digunakan dalam mendeteksi kecurangan karena dari prosesnya metode ini terkadang lebih mengandalkan intuisi dan deduktif.
Menurut Prof. Dr. Gunadi, Msc, Ak (2009), akuntansi bersifat konstruktif (bukti akuntansi ditata menjadi laporan) sedangkan auditing bersifat analitis (menelusuri unsur laporan kembali ke bukti dan mencari tahu ada tidaknya persuasian). Oleh karena itu, muncul yang dinamakan audit forensik yaitu mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk mendukung penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atau pembelaan. Harapannya agar bukti dan barang bukti dapat diterima sebagai alat bukti oleh majelis hakim. Contoh bukti yang dikumpulkan melalui audit forensik suatu kasus kejahatan keuangan adalah sebagai berikut:
  1. Aliran dana dari satu orang/ perusahaan/ lembaga ke orang/ perusahaan/ lembaga yang lain bisa terlihat sebagai transfer bank biasa tanpa unsur niat jahat dan perbuatan melawan hukum.
  2. Pemberian uang tunai (rupiah atau valas) bisa nampak sebagai transaksi pinjam meminjam biasa atau bantuan.
  3. Bukti percakapan telepon yang dikumpulkan melalui penyadapan dapat mengukuhkan keyakinan hakim bahwa aliran dana tersebut bukan semata-mata bantuan atau pinjaman kepada teman.
  4. Keterangan mengenai penghasilan yang belum dilaporkan, dapat menjadi bukti tindak pidana perpajakan maupun korupsi. Auditor forensik melacak dari kekayaan, penghasilan yang dilaporkan pada dua periode berturutan (SPT) dan pengakuan pengeluaran (adanya pembayaran fiskal luar negeri, dsb).
Kemampuan audit forensik untuk mengungkap kejahatan keuangan melalui pengumpulan bukti-bukti yang lebih bersifat rahasia memotivasi klien mempertimbangkan menggunakan jasa seorang auditor forensik di samping seorang auditor laporan keuangan dalam rangka mendeteksi kecurangan yang dapat mengakibatkan salah saji material dalam laporan keuangannya apalagi bila perusahaan mengalami permasalahan hukum atau menerima sinyal ketidakberesan dalam perusahaannya. Akuntansi forensik ini sendiri mulai berkembang di Amerika semenjak terjadinya kasus Enron dan munculnya Sarbanes Oxley (SARBOX).

PERBEDAAN PAJAK PASAL 21,22 DAN 23

PERBEDAAN PAJAK PASAL 21,22 DAN 23

A.    Pengertian PPh Potput
Sebelum kita membahas tentang Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan (selanjutnya disingkat PPh potput) sebaiknya kita ingat kembali tentang sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia. Salah satu system pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Witholding tax system, dimana Pihak ketiga (pemberi penghasilan) diberikan wewenang oleh fiskus untuk melakukan pemungutan dan atau pemotongan pajak kepada pihak lain yang menerima penghasilan, sebesar jumlah pajak yang terhutang. Di Indonesia withholding tax sistem diterapkan dalam mekanisme pemotongan/pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
PPh Pemotongan dan Pemungutan adalah salah satu bentuk teknik pengumpulan pajak yang mempercayakan pemungutan pajak kepada pihak ketiga. Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut pada hakikatnya adalah pembayaran dimuka. Jumlah pajak yang dipotong atau dipungut ini nantinya akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak. Pemungutan secara umum berarti pihak yang dipungut membayar pajak diluar dasar pemungutan pajak, contoh : PPN dan PPh Pasal 22 (kecuali bendaharawan). Sedangkan pemotongan secara umum berarti pihak yang dipotong membayar pajak dengan cara dipotong dari dasar pemotongan pajak. Contoh : PPh Pasal 21 dan Pasal 23.

B.     Jenis-jenis PPh Potput
Jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :


1.      PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
2.      PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
3.      PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
4.      PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
5.      PPh Pasal 4 ayat (2) (PPh Final)
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
6.      PPh Pasal 15
PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

KODE ETIK AUDITOR


Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg harus dipenuhi dan ditaati setiap anggota profesi.
Isi Kode Etik
Karena kode etik merupakan wujud dari komitmen moral organisasi, maka kode etik harus berisi :
  • mengenai apa yang boleh dan
  • apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi,
  • apa yang harus didahulukan dan
  • apa yang boleh dikorbankan oleh profesi ketika menghadapi situasi konflik atau dilematis,
  • tujuan dan cita-cita luhur profesi, dan
  • bahkan sanksi yang akan dikenakan kepada anggota profesi yang melanggar kode etik.
Tujuan Utama Kode Etik
Terdapat dua tujuan utama dari kode etik.
  • Kode etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan kelalaian, kesalahan atau pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh anggota profesi.
  • Kode etik bermaksud melindungi keluhuran profesi dari perilaku perilaku menyimpang oleh anggota profesi.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu:
  1. Prinsip Etika, disahkan oleh Kongkres
  2. Aturan Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan
  3. Interpretasi Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan
Etika dalam Audit Dikaitkan dengan konsep Independensi
Dalam melaksanakan tugas audit, auditor dituntut untuk bersikap dan bertindak independen dan objektif. Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan ataupun tidak tergantung kepada pihak lain termasuk memberi penugasan. Objektif berarti sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta. Objektivitas lebih banyak ditentukan faktor dari dalam diri auditor, sedangkan independensi selain ditentukan faktor dari dalam diri auditor, juga banyak ditentukan oleh faktor dari luar diri auditor.
Independensi dalam audit mencakup independensi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan:
  1. Independensi dalam perencanaan audit berarti bebas dari pengaruh manajemen dalam menerapkan prosedur audit, menentukan sasaran dan ruang lingkup audit.
  2. Independensi dalam pelaksanaan berarti bebas dalam mengakses aktivitas yang akan diaudit.
  3. Independensi pelaporan berarti bebas dari usaha untuk menghilangkan atau memengaruhi makna laporan serta bebas untuk mengungkapkan fakta.
Sikap independen auditor pada dasarnya sangat tergantung pada diri auditor sendiri. Seorang auditor yang jujur akan selalu berupaya/berusaha secara nyata untuk bertindak objektif dan independen. Secara etika, auditor yang independen harus dapat memosisikan dirinya, agar dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat atau pihak lain melalui sikap dan tindakan nyata yang dapat dirasakan oleh pihak lain tersebut, misalnya dengan menolak penugasan audit bila menenmui kondisi berikut :
  • Terdapat hubungan istimewa antara auditor dengan auditi / aktivitas auditi.
  • Terjadi pembatasan ruang lingkup, sifat dan luas audit.
  • Tidak memiliki kemampuan untuk memahami aktivitas yang akan diaudit sehingga dapat mempengaruhi sikap independensi, misalkan tidak memahami kejahatan dibidang komputer.
  • Auditor tidak dapat independen karena posisi auditor dalam organisasi audit.

PRO KONTRA TERHADAP KENAIKAN BBM


PRO KONTRA TERHADAP KENAIKAN BBM DI INDONESIA

       Kenaikan harga BBM bersubsidi mau tidak mau akhirnya datang juga. Ada beberapa alasan yang setidaknya dijadikan pemerintah untuk menaikkan harga BBM Bersubsidi. Berbagai reaksi dari masyarakat timbul dengan gencar baik yang pro maupun yang kontra. Yang pro tentunya pemerintah yang juga didukung Kadin, sebenarnya tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi, namun kondisi dan kenyataan yang terjadi memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan yang non-populis. Di sisi lain, yang kontra terhadap kenaikan BBM mulai dari anggota DPR, DPRD, kalangan mahasiswa dari berbagai universitas, petani, nelayan, angkutan umum dan masih banyak lagi mereka semua menolak kenaikan harga BBM. Diantara yang pro dan kontra terhadap kebijakan kenaikan harga BBM tersebut terdapat kelompok yang abstain. Mereka ini tidak ikut demo, pasrah, harga BBM tidak naik syukur, kalau BBM naik monggo kerso. Mereka juga sebenarnya berharap harga BBM tetap, karena dengan kenaikan BBM akan mengakibatkan tambahan pengeluaran mereka sehari-hari, tetapi tetap menerima.
Sudah jelas pemerintah dengan perangkatnya beserta jajarannya akan mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi karena gaji mereka dibayar dari APBN dan mereka pula yang menerbitkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk menyelamatkan APBN. Selama APBN aman, gaji mereka tetap aman. Namun bukan alasan itu yang menjadi dasar kebijakan kenaikan harga BBM. Kebijakan itu dikeluarkan setelah melalui kajian dan berbagai pertimbangan yang masak serta dengan memperhitungkan dampak positif dan negatifnya yang memang pada akhirnya kenaikan harga BBM lah yang dianggap paling tepat untuk dilakukan. Tujuannya bukan hanya untuk menyelamatkan APBN, tapi juga untuk menyelamatkan penyelenggaraan kegiatan negara lainnya seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi dan lainnya. Bahkan Kadin ikut menganjurkan agar pemerintah menaikkan harga BBM untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha. Dari kalangan masyarakat yang setuju dengan kenaikan BBM antara lain diperoleh pendapat bahwa harga BBM wajar naik karena harga minyak mentah yang merupakan bahan pokoknya juga meningkat. Pendapat lain mengatakan harga BBM perlu naik agar masyarakat berhemat dan efisien dalam menggunakan BBM. Sementara seorang PNS mengatakan bahwa ia setuju harga BBM naik, karena mengurangi subsidi untuk BBM yang akan terbuang percuma, lebih baik dana subsidi digunakan untuk kesehatan atau pendidikan. Pendapat yang lebih ekstreem berpendapat bahwa sebaiknya subsidi sebaiknya dihapus, dananya dialihkan untuk BLT dan harga BBM disesuaikan dengan harga pasar.
Dari kalangan yang kontra atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM, diantaranya adalah sebagian anggota DPR. Ada yang mengatakan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM kurang tepat untuk saat ini, karena akan menambah beban rakyat yang sedang menghadapi berbagai tekanan ekonomi seperti kenaikan harga pangan. Beberapa alasan yang dikemukakan dari kalangan ibu rumah tangga, petani, mahasiswa, elite politik, LSM maupun kalangan masyarakat lainnya yang tidak setuju terhadap adanya kenaikan harga BBM bersubsidi antara lain :
akan mengakibatkan efek berantai terhadap harga kebutuhan pokok rakyat,
pemerintah terlalu terburu-buru menerbitkan kebijakan,
pemerintah malas dan hanya mencari jalan pintas,
akan mengakibatkan semakin meluasnya masalah kemiskinan,
dapat memicu konflik sosial dalam masyarakat,
memperparah masalah pengangguran,
akan memicu kenaikan harga barang lainnya, biaya transportasi dan inflasi

         Kelompok masyarakat yang netral atau abstain terhadap kenaikan harga BBM punya alasan tersendiri. Mereka lebih banyak diam menunggu perkembangan dan tampaknya lebih mencari aman. Kelompok ini sebagian besar berasal dari warga kelas menengah dan warga keturunan serta sebagian masyarakat terpelajar baik kelas atas, menengah maupun bawah yang nrimo apapun kebijakan yang diambil pemerintah selama hak mereka tidak berkurang. Seorang PNS mengatakan bahwa kalau harga BBM naik kasihan para tukang ojek harus menambah biaya, namun kalau tidak naik APBN kita payah, jadi terserah pemerintah saja, katanya. Beberapa alasan lain yang dapat diperoleh dari kelompok yang abstain ini antara lain :
ibarat buah simalakama,
percuma ikut demo penolakan kenaikan BBM, toh akhirnya naik juga,
serahkan kepada pemerintah, pemerintah yg lebih mengetahui situasinya,
lebih senang kalau harga BBM tidak naik, tapi kalau pemerintah maunya naik mau bilang apa
Diantara yang pro, kontra maupun yang abstain yang paling banyak dimuat beritanya adalah mereka yang menolak kenaikan BBM. Seperti misalnya berita tentang adanya aksi demo penolakan kenaikan BBM yang marak di berbagai daerah di Jawa, Sulawesi dan Sumatera dan tempat lainnya di Indonesia yang disiarkan berbagai media cetak dan elektronik serta internet. Padahal, yang setuju juga banyak, tapi beritanya tidak segencar berita aksi penolakan kenaikan harga BBM. Apalagi yang abstain, hampir tidak ada beritanya sama sekali. Hal ini wajar, karena mungkin di balik penyebaran berita aksi penolakan kenaikan harga BBM tersebut terdapat tujuan politis tertentu.
Terlepas dari ajang pro dan kontra, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan memang demikian kenyataan yang harus dihadapi oleh negara dan masyarakat. Walaupun akan dirasakan berat dampaknya, namun kebijakan itulah yang saat ini dianggap pemerintah paling pas.